Kultur Islam (1): Ilmu Yunani Sudah Mati

Oemar Amin Hoesin. Kultur Islam. Cet 1. 1964. Bulan Bintang. Djakarta

"...bahwa pada waktu Islam datang, ilmu Yunani, sudah mati dan tak berdaya lagi. Yang tinggal, hanya buku-bukunya saja. Ketika kekuasaan Islam sampai ke Bynzantium, Persia dan lain-lainnya, mereka tidak menjumpai lagi ilmu Yunani dipelajari orang." Kultur Islam hl. 24
Yunani punya peradaban yang penting. Termasuk di dalamnya warisan ilmu, dari mitos menuju logos (akal). Akal diposisikan sebagai satu fungsi yang penting, yaitu menganalisa. Ini warisan yang penting sebab sebelumnya bahkan Yunani cuma mengandalkan mitos untuk menerangkan mekanisme alam semesta. 

Sementara Thales misal, berusaha menganalisis mekanisme hidup dan mati lewat satu elemen alam, yaitu air. Semua berasal dari air dan akan kembali ke air. Ini terekam dalam buku Alam Pikir Yunani, garapan Mohamad Hatta. Meski bisa jadi hasil dari penalaran tentang mekanisme semesta itu gagal. Namun Yunani mewariskan tradisi penting, yaitu logos. 

Akal diterima oleh Islam, ajarannya menyuruh pengikutnya untuk berfikir, ada ayat berbunyi afala ta'qilun atau afala tatafakkarun. Kedua penggalan ayat itu, menyuruh untuk befikir. Ini juga berarti posisi akal itu sangat signifikan, yang digunakan untuk memahami semesta (yang meruapakan ayat Allah yang tidak tertulis), memahami ayat Allah berupa teks, dan tanda-tanda keberadaan Allah yang Esa (tauhid). 

Lawan akal hanya soal kefanatikan. Fanatik terhadap dogma kitab suci. Seakan, yang bukan dari teks kitab suci maka kebenaran tidak valid. Sebaliknya, kalaupun valid dilarang menggugat kitab suci itu. Alhasil, akal tidak diberi tempat kecuali hanya untuk menghafal. 

Ini gawat, sebab bisa kembali ke pemahaman mitos dan meninggalkan logos. Terjebak pengkultusan teks dan mistisisme agama--meski tentu saja kita tidak bisa mengelak dari sisi transendental agama yang mempercayai hal-hal gaib.

Namun bukan berarti, akal benar-benar hilang. Maka peradaban Islam pernah beruntung, atau malah berhutang karena menemukan buku-buku Yunani yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sebagai bahasa keilmuan. 
"Ada salah satu soal yang menyulitkan tumbuhnya ilmu Yunani di Mesir. Pada waktu itu, Mesir pada umumnya, dipenuhi oleh penduduk Kristen fanatik. Mereka lebih mementingkan ilmu accultisme dan mysticisme..." Kultur Islam hl. 24
Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain