Belajar Memaafkan dari Kisah Teladan Buya Hamka Pagi yang biasa di tahun 1964. Sudah menjadi rutinitas, orang tua yang dihormati itu meng…
Tenki no Ko: Hujan, Nipon, dan Harapan Awas spoiler! M embayangkan Tokyo tenggelam seperti membayangkan negeri di bawah laut se…
Sebuah Gubuk yang Lebih dari Kampus Aku, pernah menemui guru yang tidak cukup serius mengajar, tiba-tiba memberi nilai 100 bu…
Kata dan Media Sosial adalah Bias K ata sering bermasalah dengan media sosial, kita sering melihat orang salah faham dengan…
Yang, Hujan Turun Lagi Penting! Mari kita medengar dan joged dulu, sembari membaca kabar banjir hari-hari ini,…
Bagaimana Cara Menulis Esai? with Fauzan Anwar Sandia Saya berkempatan dan dipertemukan oleh IBTimes.ID, dengan Mas Fauzan, seorang penulis mud…
Kelontong dan Sistem Pebayaran Mindring Ada yang unik dari sistem pembayaran kelontong ala orang-orang China ini. Sistem peba…
Kang Jalal dan Sentimen Sunni-syiah yang Tidak Berkesudahan M alam hari, suasana dingin ala Tawangmangu, Karanganyar. Saya duduk di majelis dauroh…
Anak Muda Kelas Menengah Perkotaan yang Nongkrong di Coffee Shop Pernah satu ketika, saya masuk ke kafe, tempat tongkrongan anak muda kelas menengah perko…
Review Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck Salahkan Hamka, yang malah menyebabkan tenggelamnya Kapal van der Wijck, memilih tidak me…