Jurnalisme Sensasional



Kawan saya tiba-tiba bertanya apa saya tahu yang dimaksud dengan jurnalisme sensasional yang rumus beritanya 5W + 1H + 1SW. Dia bilang dia familiar dengan 5W+1H tapi tidak pernah mendengar apa itu rumus 1SW.

Hmm saya coba mengingat-ngingat, rasa-rasanya saya memang pernah mendengar rumus itu di kelas. Setelah berpikir agak lama, barulah saya ingat kalau dosen jurnalistik saya di semester awal pernah mengajarkan rumus 5W + 1H + 1SW itu. 5 W adalah What, Who, When, Where, Why + 1 H adalah How, dan SW maksudnya “Sing Wow”.

Sing Wow (SW) di sini adalah nilai wow yang ada pada berita. Ketika sesuatu punya nilai “wow” meskipun tidak penting, dia pasti akan jadi sebuah berita. Dosen saya itu mencontohkan seperti ini: berita manusia makan anjing itu sudah biasa, namun berita anjing makan manusia itu wow luar biasa. 

Jujur pada waktu itu, saya mengagap penjelasan dosen jurnalistik ini sebagai guyonan belaka. Karena bagi saya, kalau rumus ini serius, artinya redaksi hanya akan bekerja untuk mencari hal-hal yang sensasional saja, dan ini jelas tidak ada ujungnya (dan tidak ada faedahnya).

Tapi yang terjadi sekarang, rumus berita 5W + 1H + 1SW ternyata jadi rumus yang sering kita lihat sehari-hari. Kekhawatiran saya bahwa berita hanya menampilkan sensasi dan menutupi substansi ternyata sudah terjadi.

Mari, langsung masuk ke contoh konkret.

Berita pertama. saya mendapati berita “Dosen IAIN menghalakan Zina”, saya lupa detail judulnya. Yang dimaksud adalah disertasi milik dosen Fakultas Syariah, Abdul Aziz, berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital”.

Disertasinya yang tebalnya sekitar 800 halaman dengan metodolgi ilmiah, telaah kasus, refrensi yang lengkap, dan penjelasan yang padat, hanya diberitakan dengan nada bahwa ada Dosen IAIN yang menghalkan zina. 

TribunNews sebagai media yang menaikan berita tersebut bahkan tidak secara rinci merangkum isi dari disertasinya. Saya paham cara kerja TribunNews yang mungkin seperti dosen saya bilang mengunakan tambahan kaidah ‘SW’, basi dan bulshit.

Apa dampaknya? berita boombasitis itu menjadi viral dan banyak viewernya, trafik melonjak tinggi, untung sponsor bagi si perusahaan media ini juga tinggi. Sungguh cara kerja media yang egois. Masyarakat awam menjuluki Abdul Aziz sebagai titisan dajal di muka bumi, tanpa mereka membaca disertasinya, masyarakat terjebak pada proses pemberitaan yang sesasional, lalu lupa esensi.

Walau ada berita lanjutan dari TribunNews “Desertasi Halalkan Zina, Ini Penjelasan Promotor Abdul Aziz dan Direktur Pascasarjana UIN Suka”, tapi hanya menyajikan berita bahwa Abdul Aziz sang penulis “Desertasi Halalkan Zina” akan merevisinya. Lagi-lagi Abdul Aziz disini diframing seolah dia yang menghalakan zina. Berita ini membuat gaduh, dan kehilangan substansi.

Berita kedua yang tidak kalah wow adalah berita berenang campur laki-laki perempuan bisa hamil. Ungkapan ini diucapkan oleh komisoner KPAI Sitti Hikmawatty kepada Tribun ketika sesi wawancara. Berita ini membuat Sitti mendapat kritik keras dari banyak pihak. Media asing memberitakan ungkapan Sitti. 

Media daring detik menyusul dan menaikan berita berjudul “Berita Berenang Sebabkan Kehamilan ‘Bikin Malu’ Warga Indonesia di Luar Negeri”. Isinya berita tersebut hanya cuplikan komentar nitizen di media sosial.

Saya jadi curiga wartawan Tribun memberitakan ucapan Sitti ini hanya karana ada unsur SW tadi. Pertanyaanya kemudain apa kapasitas Sitti Hikmawatty sebagai komesioner KPAI untuk mengatakan bahawa berenang sebabkan hamil?

Dalam cara kerja jurnalistik itu sudah lumrah, jika kapasitas narasumber tidak mumpuni untuk membicarakan topik tertentu, kenapa menjadi berita. Yang ada malah menjadi gaduh dan masyarkat membahas hal bodoh seperti ini. Bagi saya bukan Sitti yang mebuat malu di luar negeri, justru media lah yang membuat indonesia malu.

Berita ketiga. Saya iseng membuka Tribun dan mendapati berita cukup lama, tertulis di sana hari Kamis (12/03/2020). Judulnya sangat clickbait, “Suami Pergoki Istri Mesum dengan Pria Lain di Kamar, Berawal dari Suara Desahan Tangan Malam”. Saya tulis lengkap dengan typonya.

Dari judulnya saja sudah sangat sensasional, mending ini dibuat senetron pasti seru. Apa pentingnya juga bagi masyarkat tahu urusan rumah tangga orang? apakah berita ini menyangkut kepentingan publik? Saya kira tidak.

Dari tiga berita itu saja, cukup bagi saya untuk menyimpulkan bahwa cara kerja jurnalisme sensasional tidak sehat. Membuat akal goyah, membuat gaduh tak karuan, dan membuat substansi hilang.

*tulisan ini pernah dimuat di TerminalMojok

Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain