Majalah Basis (Oktober 1981): Idealisme Tidak Laku

"Basis dan Horison? Majalah kecil-kecil itu? Jangan sombong ah. Serius bener. Sastra-sastra segala. Mana ada penerbit mau menerbitkan sastra? Rugi. Sekarang jaman praktis mas. Yang idealis bakal enggak laku."(Majalah Basis. Oktober. 1981. XXX. 13.)

Idealisme memang tidak seperti kacang atau gorengan yang laku cepat sekali santap. Idealisme seperti kapling tanah, semakin ke sini semakin mahal. Maka sejak dulu, pikiran-pikiran idealisme itu selalu ada, dan diragukan, kadang dicemooh. Diragukan karena bisa atau tidak bertahan di zaman yang serba pragmatis. 

Posisi sastra di tahun 1980an ternyata juga begitu, mirip posisi filsafat hari ini. Menjadi barang idealis yang tidak sudi dilirik orang. Jika nantinya mengadakan Lokakarya, atau dalam bahasa sekarang 'fest' panjang kata dari festival, sulit kiranya mendapat dukungan sponsor. Dibilang tidak praktis, tidak segera mendapat untung. 

Idealisme sejak dulu, selalu dibenturkan dengan zaman pragmatis. Namun inovasi yang bermutu salalu hadir lewat idealisme. Sabab sebagaimana kata 'ide' yang dibarengi 'isme,' itu berarti 'ide' adalah jantung dari idealisme itu sendiri. Sedangkan ide menjadi syarat mutlak inovasi, atau dalam bahasa lain 'pembaruan'. Dua kata ini hanya beda penggunaannya saja. 'Inovasi' merujuk pada teknologi, seperti yang dilakukan oleh B.J Habibi di Indonesia dengan pesawat terbang. Sedang kata 'pembaru' identik dengan gerakan sosial-keagamaan.

Tokoh pembaru seperti Mohammad Abduh misal, menawarkan upaya interpretasi baru terhadap agama, hingga mampu kiranya muslim bisa melampaui modernitas. Juga di Indonesia, Ahmad Dahlan  dan Hasyim Ashari, dua ulama ini membawa membawa ide pembaru gerakan keagamaan di Indonesia. Muhammadiyah setidaknya dengan amal usaha, dakwah berbasis sosial. Dan NU menanamkan kultur santri lewat pendidikan dan pesantren. Itu semua muaranya adalah idealisme. Bisa dibilang pembaruan atau inovasi bahan bakarnya adalah idealisme.

Detik.com ngotot membuat media online, meski pada awal 2000an internet masih sulit. Tempo kepingin meniru majalah Times dan menghadirkan jurnalisme alternative meski resikonya tidak laku. Bahkan Gunawan Mohammad, salah seorang pendiri, pernah bercertia majalahnya diprediksi akan berumur jagung. Namun itu tidak terjadi. Tempo dan detik.com melampaui ekpetasi orang dan bertahan sampai sekarang. Sekali lagi, inovasi dan pembaruan bahan bakarnya adalah idealime.

Keyword: Idealisme, Inovasi, Pembaruan 
Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain