Merayakan Lebaran, Merayakan Lontong


Menu masakan Embah paling favorit dan spesial adalah opor ayam, dimakan dengan lontong dan sambal goreng brabasan (krecek). Menjadi favorit karena rasa sambal goreng enak betul, Embah secara khusus membeli brabasan premium cukup mahal, makanya rasanya sangat enak.

Apalagi sambal goreng ada santannya, tambah gurih nan legit. Dalam hal ini, lidah saya yang medok ini tidak bisa bohong, bahwa masakan ini enak betul.

Ketika dimakan dengan opor ayam, rasa sambal goreng tidak terus menghilang, justru lebur berbaur sama rasa opor. Lontong, sebagai pengganti nasi, rasa-rasanya memang berjodoh dengan opor ayam dan sambal goreng brabasan.

Menjadi spesial lagi, karena merasakan masakan kaya begini ya cuma di hari raya Idul Fitri. Momen ini betul-betul terekam lewat rasa. Justru lidah sebagai indra pengecap berhasil membuat kesan kolektif kami sebagi keluarga besar, yang cuma kumpul setahun sekali ini. Ingat opor ayam, ya ingat sambal goreng brabasan, yaa ingat lontong, ingat keluarga, ingat lebaran, ingat idul fitri.

Rasa-rasanya lontong opor plus sambal goreng brabasan tidak tergantikan, kalau lebaran ya harus makan ini. Buat saya lontong di kala lebaran itu mengingatkan tentang pemaknaan orang Jawa, lontong kepanjangan dari, "olo ne dadi kotong".

Jika Ismail Marzuki lewat lagu Selamat Lebaran (1954) sudah berhasil mempopulerkan kata "Idul Fitri", sebagai wujud kembali kepada fitri atau kembali kepada kesucian. Juga mempopulerkan ucapan "Selamat Idul Fitri, Minal Aidzin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin". Jadi, untuk menghormati Ismail Marzuki, saya secara simbolis juga kepingin kembali ke fitri lewat makanan lontong.

Olo ne dadi kotong; kejelekannya sudah hilang. Setelah puasa, menjalani laku spritual, outputnya adalah segala hal baik datang, dan segala kejelekan hilang. Kerana saya orang Jawa, dan orang Jawa suka betul memainkan simbol, maka makan Lontong membuat laku spiritual makin berkesan dan mudah dihayati.

Pagi hari ini, tepat tanggal satu Syawal, lontong plus opor ayam plus sambal goreng brabasan saya makan. Sebagai bentuk rasa syukur dan doa saya agar turut menjadi Lontong, segala olo ne dadi ilang, segala yang jelek dalam diri saya menjadi hilang, juga dalam diri kita semua.

Jadi lebaran hari pertama itu boleh lah kita sebut "Lebaran Lontong", dan kalian juga, kalau mau, menyebutnya begitu.

Kalau nasib teman-teman kurang beruntung, dengan tidak makan lontong, saya cuma turut prihatin. Sembari saya berdoa semoga kamu dipertemukan lagi dengan Idul Fitri, dan yang paling penting semoga juga lekas makan Lontong. Tradisi kadang kala musti diteruskan.

Selamat merayakan Lebaran lontong..
Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain