
Lokakarya Penulisan Artikel Jurnalis Lingkungan di Hotel Griptha Kudus, Kamis (20/11/2025)
Direktur The Climate Reality Project Indonesia, Amanda Katili Niode, di Lokakarya Penulisan Artikel Jurnalis Lingkungan, Kamis (20/11/2025) melempar satu istilah yang agak teknis, yakni polikrisis.
Saya merasa istilah ini akan sulit dipahami orang awam. Secara sederhana istilah polikrisis menggambarkan krisi hari ini, termasuk krisis lingkungan.
Polikrisis adalah kondisi ketika berbagai krisis besar—mulai dari perubahan iklim, ketahanan pangan, kesehatan global, hingga tekanan ekonomi—saling terkait dan memperparah satu sama lain.
Dalam situasi yang kompleks ini, peran jurnalis menjadi sangat krusial. Polikrisis sejatinya adalah isu manusia, bukan sekadar isu teknis. Peran jurnalis adalah menyederhanakan isu dan istilah yang rumit.
Tanpa jurnalisme yang jernih (membuat narasi yang sederhana), krisis ini tidak memiliki "wajah" yang dapat dikenali oleh publik. Jurnalis-lah yang menentukan apa yang dilihat dan dipahami oleh masyarakat, serta bagaimana narasi tersebut menggerakan kebijakan dan perilaku.
Memahami Konteks
Jurnalis harus menyederhanakan istilah teknis terkait itu lingkungan. Misalnya:
Sustainable (Berkelanjutan) yang merupakan prinsip dasarnya.
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan) yang merupakan kerangka tindakannya.
SDGs yang merupakan tujuan global yang ingin dicapai.
ESG (Environmental, Social, Governance) yang merupakan cara dunia usaha masuk ke isu lingkungan.
Jurnalis harus bisa memahami istilah itu, sehingga tidak terjebak pada jargon semata.
Mengubah Data Menjadi Cerita
Bagi jurnalis, tantangan terbesar dalam komunikasi iklim adalah menerjemahkan data ilmiah yang kaku menjadi narasi yang menyentuh hati. Data seringkali terasa rumit dan berjarak.
Fungsi utama jurnalis adalah menjadikan angka yang rumit mudah dipahami oleh masyarakat umum. Tanpa data, berita lingkungan menjadi opini. Tanpa cerita, data tidak menggerakkan.
Untuk mengubah data menjadi berita yang berdampak, ada empat strategi kunci yang dapat diterapkan:
Temukan Manusia di Balik Angka: Jangan biarkan statistik berdiri sendiri. Cari cerita personal yang mewakili angka tersebut agar pembaca merasa terhubung.
Fokus pada Tren, Bukan Angka Tunggal: Satu angka bisa menipu, tetapi tren menunjukkan arah perubahan yang sebenarnya.
Bandingkan untuk Memperjelas: Gunakan analogi atau perbandingan yang relevan agar skala masalah dapat dipahami.
Tambahkan Visual Sederhana: Visual membantu otak memproses informasi kompleks dengan cepat.
Memanusikan tulisan adalah hal yang mutlak. Hal ini penting untuk menghilangkan gap (jarak) antara maksud penulis dan pemahaman pembaca, sehingga pesan tersampaikan dengan utuh.
Kekuatan Visual dan Komunikasi Efektif
Sejarah membuktikan bahwa komunikasi visual dan narasi yang kuat mampu mengubah pandangan dunia.
Sebagai contoh, film dokumenter "An Inconvenient Truth" (2006) yang menampilkan kampanye Al Gore.
Film ini sukses menyadarkan masyarakat internasional tentang bahaya pemanasan global dan meraih Penghargaan Oscar, membuktikan bahwa sains yang dikemas dengan narasi visual yang baik dapat menggerakkan massa.
![]() |
| The full moon rises behind burning moorland near Stalybridge, England, June 26, 2018 (Photo: Anthony Devlin) |
Contoh kekuatan visual lainnya terlihat pada foto kebakaran lahan di dekat Stalybridge, Inggris (2018). Foto dramatis yang menampilkan bulan purnama terbit di belakang lahan yang terbakar mengirimkan pesan instan tanpa perlu banyak kata-kata: ada masalah serius dengan lingkungan kita.
Kemudian The Climate Reality Project Indonesia meluncurkan Photobook bertajuk "Through the Lens: Stories of Climate and Sustainability".
Buku ini menampilkan 148 halaman kisah visual dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya adalah membantu jurnalis dan pembaca menemukan angle yang lebih manusiawi dan empatik melalui stimulus visual dan pertanyaan reflektif.
Narasi iklim, dalam konteks liputan isu lingkungan, harus secara konkret di dua sektor utama:
Pemerintah: Pemberitaan harus mampu menunjukkan relevansi isu lingkungan terhadap kebijakan anggaran (APBD). Bagaimana aksi iklim bukan hanya pengeluaran, tapi investasi untuk mencegah kerugian ekonomi di masa depan.
Masyarakat: Di tingkat akar rumput, narasi harus diterjemahkan menjadi aksi nyata sehari-hari, seperti kampanye pilah sampah dan kegiatan komunitas lainnya.
