Mobilitas

Dari jam setengah 9, Siembah membiarkan radio terus nyala. Bagi orang tua seperti beliau, radio RRI adalah pelipur sepi. Ia sering menaikan volume radio sampai terdengar dari luar rumah. RRI memutar playlis lagu lagu lama yang jarang aku dengar, bahkan aku tidak kenal judulnya. Yang aku kenal cuma .... ah entah.

Radio itu berada di meja yang ukurannya pas buat ditaruh. Sebelahnya ada kursi merah dari kayu yang dilapisi bantalan, lalu sampingnya ada meja lagi, dan di sampingnya lagi kursi merah yang sama. Di situ aku duduk membaca buku sambil menikmati musik lawas di radio.

Hampir jam 9, Siembah duduk tepat di kursi sebelah radio. Ia melihat jam di dinding rumah yang terbuat dari kayu. Jam itu digantung terlalu rendah, dan memang bukan di situ tempatnya. Siembah menyuruhku mengembalikan ke posisi semula, yang sejak 10 tahun lalu bahkan jam itu memang di situ, tepat di atas pintu, posisinya sangat simetris berada di tengah.

Sambil tersenyum siembah kembali melihat jam. Ia pasti merasa lega melihat jam itu berada di tempat seharusnya.

"La kok udah jam 9, pawarta Bahasa Jawa belum dimulai?" Rupanya sedari tadi Siembah menunggu berita berbahasa Jawa yang diberikan RRI.

9 lebih 10 menit berita itu baru mulai. Siembah nyimak dengan khitmat. Ia mendengar sambil menundukkan kepala, kadang malah pernah sampai ketiduran.

Aku masih di posisi yang sama sambil membaca buku. Kita tidak menghiraukan apapun kecuali kegiatan masing-masing. Penyiar membaca berita dengan suara yang berat dan tempo yang pelan. Fasih betul mengucapkan bahasa Jawa. Namun ketika menyebut nama dari luar pakai bahasa Inggris, aksennya ikut berubah mengikuti cara mengucapkan sesuai penutur asli British English. Aneh, rasa-rasanya orang Jawa bakal medok mengucap nama-nama asing dalam bahasa Inggris.

Setelah hampir 30 menit kita sama-sama tenggelam dengan kegiatan masing-masing, Siembah tiba-tiba bertanya, "mobilitas ki artine apa, dhim?"

Aku sedikit kaget, lalu membenarkan posisi duduk yang kurang nyaman karena terlalu melototi buku. Lalu aku menjawab dengan kikuk. Hah, mobilitas, kata itu sering aku gunakan, namun cukup sulit juga mendefinisikan. Aku jawab, "pergerakan". Namun kata itu terlalu umum, aku jadi mikir itu kurang mewakili. Jadi aku jelaskan dengan contoh.

Lalu siembah mematikan radio, nampaknya suaraku yang berat ini kurang jelas terdengar. Mengingat memang suara radio itu keras.

"Apa? Pergerakan?"

Aku kembali mikir dan berusaha memberi definisi yang ringkas, dan gamblang supaya mudah dipahami. Tapi tidak kusangka akan sesusah itu. 

Aku merasa arti kata "pergerakan" bisa saja berarti pergerkan politik. Atau pergerakan mahasiswa. Meski Aku yakin Siembah tidak akan mikir ke sana. Meski begitu, penjelasanku kurang spesifik.

 Aku ulangi penjelasanku dengan contoh, aku menjelaskannya dengan bahasa jawa ngoko campur kromo.

"Pergerakan pergerakan masyarkat" aku ngerasa rada berlebihan menggunakan kata masyarkat. "Kaya semisal saya pergi ke sekolah, terus orang lain pergi kerja, dan yang lain lagi pergi ke mana, dari tempat ke tempat lain, juga dari daerah ke daerah lain"

"Ohhhh"

Aku tidak bisa memastikan siembah paham sepenuhnya

"Terus Bahasa Jawa ne apa?

Aku maklum pertanyaan ini keluar karena memang si penyiar yang sedang membaca berita bahasa Jawa tetap menggunakan kata mobilitas yang mana itu merupakan bahasa indonesia.

"Mboten ngertos"

Sulit juga menemukan padanan kata dalam bahasa jawa. Atau mungkin aku memang terlalu awam soal bahasa jawa. Lain waktu, aku merasa perlu ngecek ke kamasu jawa-indonesia, kalau ada uang sekalian kepingin ku koleksi.

Sejujurnya, Aku rada kaget Siembah engga tau arti kata mobilitas. Mengingat dulu beliau adalah guru yang juga berarti sering berkutat soal kata di buku pelajaran.

Apa kata "mobilitas" itu baru ya? Dan di zaman dulu apa jarang digunakan? Lalu kok bisa tiba-tiba itu muncul di berita bahasa Jawa di RRI, tanpa diterjemahkan ke bahasa Jawa?

Aku simpan dalam-dalam pertanyaan itu. Aku tidak merasa perlu buat buru buru menjawabnya. 
Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain