Tenki no Ko: Hujan, Nipon, dan Harapan

Awas spoiler!



Membayangkan Tokyo tenggelam seperti membayangkan negeri di bawah laut seperti negeri para duyung, atau rumah Neptunus, juga Nyi Loro Kidul dalam mitologi Jawa. Jika memang Tokyo tenggelam, pasti sudah menjadi kota bawah laut yang paling modern dan rapi.

Tentu saja, aku tidak benar-benar membayangkan Tokyo tenggelam di dunia nyata. Namun gambaran suram, tapi apik itu terjadi di film anime;  Weathering With You, atau dalam bahasa Jepang Tenki no Ko, anime movie yang memiliki nuansa yang unik, penulisannya membuatku sangat terkesan. Premisnya sangat apik.

Si penulis, Makato Shinkai—yang sangat sukses menulis dan meproduksi film anime berjudul Your Name—menempatkan hujan dan matahari menjadi dua babak yang berbeda. Babak suram terasa di nuasansa hujan. Lalu babak bahagia nan harapan untuk hidup terasa di babak matahari.

Dikisahkan oleh Shinkai, Tokyo yang sibuk, setiap hari diguyur hujan, sepanjang tahun. Membuat orang seisi kota kesulitan untuk berkegiatan, termasuk seorang nenek yang melakukan upacara kematian, ia harus membakar semcam menyan, ia percaya, seiring asabnya naik, arwah suaminya ikut naik.

Hujan setiap hari, membuat Tokyo juga nampak muram setiap hari, gelap. Hanya satu gadis, yaitu Hina Amano yang bisa menghadirkan matahari, ia oleh orang di sekitarnya disebut “Gadis Matahari”. 

Seketika ia berdoa mengharap kehadiran matahari, seketika itu awan ikut bergeser lalu membiarkan cahaya matahari tembus sampai pekarangan rumah. Si nenek tadi, tentu senang, ia tidak kawatir lagi kalau arwah suaminya tidak bisa naik karena terhambat awan mendung.

Hujan yang menyebabkan Tokyo tenggelam hanya bisa dihentika oleh Hina sang Gadis Mathari itu, namun konsekuinsi untuk mengembalikan matahari adalah menghilang. Singkatnya ia akan menjadi tumbal. Tumbal agar cuaca di Tokyo kembali normal.

Itu akan berat, sebab ia punya cinta dengan seorang laki-laki, Hokoda Murishima, mereka saling cinta. Meski pertemuan mereka tidak begitu istemewa. Kesamaan nasib membuat mereka terus bersama sampai-sampai cinta bersemi.

Harapan orang-orang di Tokyo untuk melihat matahari, tidak sejalan dengan harapa Hina untuk tetap hidup, melanjutkan kehidupan dengan orang yang dicintai.

Mereka harus memilih, hujan berhenti, matahari kembali, namun sebagai gantinya, Hina harus mati; sekali lagi menghilang sebagai tumbal, yang itu juga berarti ia tidak bertemu lagi dengan cinta sejatinya. Atau ia tetap kepingin hidup bersama, namun Tokyo akan tenggelam.

Harapan orang-orang di Tokyo untuk melihat matahari, tidak sejalan dengan harapa Hina untuk tetap hidup, melanjutkan kehidupan dengan orang yang dicintai. 

Paradoksikal yang sangat apik, ditulis dengan sangat halus. 

Harapan itu Bernama Nipon

Kota secanggih Tokyo, banjir. Tentu saja keadaan itu menjadi sangat suram, sebab Tokyo adalah jantung Jepang, dan kota ini juga sumber kehidupan bagi banyak orang. 

Hujan lebat dengan petir menyambar menjadi simbol petaka, dan sumber kegelisahan.  Orang-orang di Tokyo kemudian mengaharapkan kehadiran Matahari, agar lekas keadaan pulih.

Jika kita teleti, sebenarnya ini mirip konsep Nipon di masa pendudukan Jepang dulu. Kosep yang sama, yang menyimbolkan Nipon (matahari terbit) adalah harapan bagi Asia, harapan bagi Indonesia. 

Iklan yang melambangkan matahari terbit dipercaya oleh orang-orang Indonesia kal itu ‘mitos’. Mitosnya begini; Kaisar adalah panjang tangan Dewa Matahari, yang bisa mendatangkan Nipon, simbol dari harapan. Sedang Jepang adalah Nipon itu sendiri 

Di Film Tenki no Ko, analoginya mirip, Tokyo yang terancam tenggelam butuh matahari (nipon) sebagai satu-satunya harapan untuk terus hidup. 

Sedang yang bisa menghadirkan Nipon adalah Hina, seakan ia adalah Kaisar Jepang tadi, sang panjang tangan Dewa, yang membedakan, di film ini Nipon itu adalah matahari sungguhan, bukan Kekaisaran Fasis Jepang.

Judul Anime: Tenki no Ko
Tangga liris: 19 Juli 2019
Sutradara dan Penulis: Makoto Shinkai
Studio Produksi: CoMix Wave Film dan Stori Inc

Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain