MasyaAllah! Ternyata INI 7 LANGKAH MENULIS ESAI dari Orang yang Gak Bagus-bagus Amat Menulis Esai Tapi Udah Banyak yang Dimuat di Media, Nomor 8 Bikin Kamu Heran Karena Engga Ada!!!!!



Menulis esai itu sederhana, jadi jangan dibuat susah. Yaa seperti menulis deary atau buku harian, mirip. Esai pada dasarnya berisi opini penulis. Saat mulai menulis esai eksplor opinimu sebebas dan sejujur mungin. Ingat sejujur mungkin.

Mari kita mulai dengan struktur tulisan.

Sebenarnya, dalam kepunlisan tidak ada yang namanya struktur yang baku. Penulis tidak diharuskan menulis dengan komposisi tertentu. Pastinya diantara para penulis memiliki gaya masing-masing. Namun bagi pemula, untuk mempermudah kita akan membagi stepnya sebagai berikut

1. Mulai dari kasus/permasalahan

Untuk mempermudah mari kita langsung ke contoh :

Radikalisme kini menjadi isu utama yang diangkat pemerintah. Presiden Jokowi menginginkan Indonesia bersih dari paham radikalisme. Lalu merembet ke rencana menteri agama melarang penggunaan cadar dan celana cingkrang bagi ASN. Alasanya sederhana, lagi-lagi karena radikalisme. Akhir-akhir ini, di media juga dipenuhi berita bom dan terorisme, tentu pangkalnya adalah radikalisme. 

Itu merupakan salah satu opini saya tentang kasus celana cingkrang dan cadar yang dianggap radakal. Jadi kita memang harus memulaui esai dari kasus, agar lebih mudah dan tau arahnya. Silahkan kira2 kasus apa yang bisa temen-temen tulis.

Ingat ya, kasus itu tidak melulu hal-hal yang berbau criminal atau politik. Kasus bisa kita temua dari hal-hal kecil di sekitar kita. Ingat ya, di sekitar kita. Saya sarankan untuk memulai tulisan dari yang paling dekat dari kita. Misal, tentang kucing kita mati, atau tentang ujian akhir di sekolah, atau tentang apapun yang membuat hidupmu resah.

Mulailah menulis dari keresahan yang kita rasakan.

2. Sertakan orang yang kena imabas (tokoh)

Langsung saja ke contoh :

Selain istilah kata yang tidak tepat, indikasi radikal juga kurang jelas. Ini membuat kata radikal sering salah sasaran, sebagaimana yang saya contohkan di atas, pakaian menjadi tolak ukur seorang dikatakan radikal. Jika indikasinya sesepele itu, cap radikal akan mudah salah sasaran, seolah-olah hanya muslimah bercadar dan muslim bercelana cingkrang yang berpotensi melakukan teror.

Kit tahu dalam novel pasti ada tokoh yang ditulis. Nah di esai juga ada, siapa tokoh itu ? adalah mereka yang terkena imbas, menjadi korban dan dirugikan. Kalau merujuk dari contoh esai saya, yang terkena imbas adalah muslim bercadar dan celana cingkrang. Sebenarnya akan lebih baik lagi jika saya bisa menemukan orang yang terkena intimidasi karena menggunakan cadar. Ini akan menjadikan esai kita semakin tajam. Namun sayangnya, saya tidak menemukanya.

Yang menjadi tokoh bisa siapa saja, termasuk si penulis. Misal, kamu menulis tentang penggusuran pemukiman kumuh. Nah kebetulan kamu menjadi korban, di posisi ini penulis menjadi tokoh yang dibahas.

3. Latar waktu dan tempat

Langsung ke contoh lagi, biar enak.

Sore hari, aku harus datang ke rektorat untuk menemui dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Public Reletion. Mata kuliah terakhir dan satu-satunya di semester tujuh. Aku mau menemui dosen yaa karena mau ijin. Besok bulan September sudah mulai magang. Mangangnya lama jee, dua bulan. Aduh, ditambah jauh, dengan terpaksa aku enggak ikut kelas Pak John, sebut saja begitu.

Tulisan diatas merupakan potongan esai saya yang bergenre satire. Saya menambah latar waktu dan tempat untuk menghidupkan suasana. Tempat yang ingin saya tekankan adalah kantor rektorat dan waktu di sore hari. Saya juga berusaha menarik pembaca dan membangun anggapan ngapain sore-sore ke rektorat ? pasti membicarakan hal yang penting. begitu kira-kira kesan yang saya bangun. Yahh meski embuh sampai atau tidak.

4. Lebih dekat

Seperti yang sudah saya tekankan di awal. Tulislah apa yang paling dekat dengan kehidupan kita. Dua esai yang sudah saya contohkan adalah hal-hal yang saya temui. Esai pertama tentang cadar dan celana cingkrang yang sering saya lihat di kampu dan di rumah. Kemudain saya angkat menjadi isu pokok tulisan. Cuma kali ini saya arahkan isu itu ke wacana yang lebih besar, seperti radikalisme dan terorisme.

Nah esai yang kedua (poin nomor 3) kebetulan saya sendiri yang mengalami. Waktu itu sedang masa-masa magang, dan saya terlibat pembicaraan yang menarik dengan dosen. Akhirnya saya jadikan satire (sindiran) terhadap sitem perkuliahan. Saya kemas esai selucu dan sesederhana mungkin agar kesannya hanya guyon.

Nah, itu adalah contoh masalah di sekitar kehidupan saya sehari-hari yang berbuah ide tulisan.

5. Menyimpulkan

Ini bagian terkahir, kamu harus mengahiri esai dengan sebuah kesimpulan. Ada tiga pilihan, pertama, menyimpulkan dengan solusi. Kedua, menyimpulkan dengan tanda tanya. Ketika, menyimpulkan dengan mempertegas. Mari kita ke contoh

a. Menyimpulkan dengan solusi

Lebih baik isu dialihkan ke bidang ekonomi dan sosial. Misal regulasi penanganan limbah pabrik di lingkungan padat penduduk. Atau isu para buruh di beberapa pabrik kecil masih menanggung beban kerja yang berat dengan gaji sedikit. Persoalan-persoalan kesejahteraan para buruh belum secara tuntas dibahas, namun kita buru-buru beralih isu.

Itu adalah esai saya yang diakhiri dengan memberi solusi. Di esai tersebut saya menyingggung tentang para pejabat kita yang hanya membahas isu radikalisme semata dan meninggalkan isu-isu yang lebih penting. Akhirnya, saya akhiri esai dengan memebri solusi untuk segera beralih ke isu yang lebih produktif

b. Menyimpulkan dengan tanda tanya

Nasionalisme kita yang cacat. Kepentingan dagang, dan diplomasi dengan China membuat pemerintah malu-malu, bahkan hanya sekedar membuat pernyataan kecaman atas perlakuan pemerintah Chinapun enggan.

Pertanyaanya kenapa enggan ? barangkali, pemerintah sedang terbebani masalah yang serupa, yaitu Papua.

Kalau bukan atas nama nationalisme, kamanusia, dan solidaritas sesama muslim, lalu atas nama apa lagi kita membela Uighur ?

Tulisan diatas merukan esai yang saya akhiri dengan penuh tanda tanya. Tujuannya adalah mengajak pembaca untuk ikut berfikir tentang isu yang sedang saya angkat.

c. Menyimpulkan dengan penekanan

Nah atas dasar ini nih, aku kan sudah bilang, kalau mau lulus tepat waktu dan sesuai sistem enggak bisa. Aku tegaskan lagi enggak bisa. Maka waspadalah wahai mahasiswa IAIN Surakrta.Tapi tenang, di Indonesia, termasuk di IAIN Surakarta segala sistem bisa di lobi, hehehehe.

Tulisan diatas merupakan contoh kesmipulan yang menekankan kembali inti bahasan. Awalnya saya menggiring pembaca bahwa sistem perkuliahan di IAIN Surakarta berjalan tidak efektif. Kemudian diakhir tulisan saya kembali ke inti tulisan dengan tujuan menekankan bahwa memang sistem kuliah tidak efektif. Bingung enggak ? wkwkwk

Nah silahkan pilih, mau mengahiri esai kamu dengan kesimpulan yang mana, sesuakan dengan kebutuhan

Improvisasi

Ingatnya tidak ada kaidah baku atau resmi dalam menulis esai. Jadi lakukan improvisasi dan penyesuaian sesui kebutuhan. Misal jika memang dirasa latar waktu dan tempat tidak begitu penting untuk dicantumkan, lebih baik tidak terlalu ditekanakna. Takutnya esai yang ditulis menjadi bertele-tele dan terlalu membosankan.

7. Mulai menulis

Jika dirating, poin yang paling penting adalah nomor 7. Ini adalah yang paling penting; segera mulai menulis, nek perlu lupakan tulisan ini ehehehe. Karena menulis esai bukan hanya tentang teknik, tapi juga jam terbang, dan yang lebih penting proses memproduksi ide. Tidak mungkin kamu yang pertama kali menulis esai langsung bagus, tidak semudah itu paijoooo. Kamu harus mau berproses. Harus mau melewati tahapan. Di awal mungkin jelek, dan kamu harus lapang dada menerima kritik, sekeras apapun. 

Awalnya kamu menulis jelek, tidak masalah, biarkan tulisan jelekmu itu menjadi pelajaran untuk kamu menulis lebih baik di kesempatan selanjutnya. Poinnya adalah terus menulis.

Ingat juga bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai. Saya harus menekankan apa yang disebut dengan tulisan yang selesai. Tulisan yang selesai adalah tulisan yang rampung kemudian dibaca orang. Dari situ kamu dapat apresiasi baik negative atau positif, keduanya tidak masalah, yang penting biarkan apresiasi yang kamu dapat bisa menjadi pelajaran untuk lebih baik dalam menulis.

Cuma itu, semoga bermanfaat. Jika memang tulisan ini membantu, boleh dibagi dan gratis, asalkan nama saya tetap dicantumkan. Hak cipta tulisan ini dilindungi undang-undang dan Allah. So, menjiplak tulisan yang gak bagus-bagus amat ini bisa dihukum di dunia-akhirat. Sekian. Salam literasi !!!

Disclaimer dicatat tertanggal 15 ‎April ‎2020, ‏‎23:53:58 // merupakan catatan kuliah Penulisan Artikel. Dari pada aku simpen sendiri mending ku bagi. Barangkali format dan cara menulis di atas aku lakukan. Tapi makin ke sini aku makin lupa, kalau ternyata aku pernah punya catatan itu. Sekarang-sekarang nulis yaa nulis, lebih cair. So, teknik dan format menulis di pelatihan-pelatihan itu membantu banget buat nulis. Tapi setelahnya yaa yang paling penting tetep 'ide' dan 'gagasan'. Gmn caranya dua hal itu dikemas secara cair, runtut, kritis, dan logis. 

Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain