Majalah Panji Masyarakat (11 April 1984): Hamka Dikritik

 




"....karena memang dalam barisan NU ia tidak akan berjumpa dengan tokoh seperti Hamka, atau ayahnya Hamka yaitu Dr. Amrullah yang bersedia memasang lehernya demi mepertahankan pendiriannya tidak bersedia sekrei di zama Japang." (Majalah Panji Masyarakat. No 428 Tahun XXV. 11 April 1984)

HAMKA yang tekenal seantero melayu itu tidak luput dari kritik. Hamka yang menjadi salah pelopor Yayasan Al Azhar berdiri. Atas jerih payah bersama banyak tokoh, ia juga membangun Masjid Al Azhar di atas tanah wakaf di daerah Kebayoran Baru, Jakarta. Siapa sangka ada yang menuduh ia mengabil secara halus tanah itu dari NU. Tuduhan itu sampai pada jajaran redaktur Panji Masyarakat, majalah yang pernah dipimpin HAMKA sebelum ia meninggal. Sontak, pembelaan dirasa perlu oleh Panji Masyarakat, sebab ini juga menyangkut martabat majalah.

Meski HAMKA disebut mewakili Yayasan Al-azhar, namun identitas Muhammadiyah pada dirinya tidak bisa lepas begitu saja. Pada dasarnya Keriwehan itu tak lain bermula dari sentimen NU-Muhammadiyah di dekate 80an. Dimana keriwehan oranganisasi berdampak sampai akar-rumput. Jamaah NU selalu ngotot saban subuh harus qunut, sedang warga Muhammadiyah merasa tidak perlu. Begitu juga soal rakaat terawih dan metode penentuan awal ramadhan. Saol-soal khilafiayah seperti itu selalu menjadi masalah.

Sentimen semcam ini juga terasa di salah satu rubrik kolom kecil milik Majalah Panji Masyarakat. Meski kasusnya berbeda. Rahmad Wahid, begitu tertulis di situ, yang mulanya mengkritik (sebagaimana di atas) kemudian dikritik balik, sampai babak belur oleh Abu Jihan, begitu yang tertulis di bawah rubrik kolom kecil. Kalau boleh menduga, Abu Jihan barangkali hanya nama samaran.

Bisa dibayangkan Muhammadiyah NU dekade 80an berbeda dengan hari-hari ini, dimana elite Muhammadiyah berkali-kali menyebut NU suadara, dalihnya Ahmad Dahlan dan Hasyim Asyari sempat belajar dengan guru yang sama. Begitu juga elite NU mengatakan Muhammadiyah bukan musuh, melainkan kawan. Justru kata kebanyakan Kiai NU, yang perlu dimusuhi adalah wahhabisme, mengancam kebinekaan, kira-kira begitu.

Kalau Muhammadiyah memusuhi siapa? Barangkali ekstrimisme-terorisme, sebab akhir-akhir ini para aktivis Muhammadiyah banyak bicara soal moderasi agama. Nampaknya, bagi ormas besar manjadi sebuah keharusan ‘memusuhi’ kelompok tertentu, semisal wahabi dan ekstrimis, dan itu sah sah saja, silahkan, yang penting jangan memusuhi warga sipil.


Keyword: Majalah Panji Masyarakat, Muhammadiyah, Hamka, NU, Muhammadiyah

Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain