Dampak Kecil dan SMA Baru di Solo

Selepas berbincang dengan Pak Harmani, 2023

Kemarin, awal 2024, saya tidak sengaja bertemu Pak Harmani di lobi SMPN 1 Solo. Pak Harmani saat ini bertugas sebagai Plt. Kepala SMAN 9 Solo, sekolah baru di kampung Mojo, Pasar Kliwon. Dia juga masih bertugas sebagai kepala SMAN 5 Solo.

Kalau tidak salah bulan lalu saya datang ke SMAN 9 Solo yang lokasinya satu atap dengan SDN Mojo. Kedatangan saya memang ingin liputan, hanya saja waktu itu tanpa perencanaan. Saya juga bingung mau nulis apa. Jadi ya sudah ngobrol saja sama kepala sekolah (kepsek).

Setelah hampir satu jam lebih kita berbincang, akhirnya saya putuskan buat reportase berupa feature sederhana tentang bagaiamana 'susahnya' para guru mengajar di SMAN yang baru saja dibuka itu.

Pada dasarnya, para guru ini diperbantukan ke SMAN 9 Solo karena belum ada tenanga pengajar. Mereka tetap harus merangkap di sekolah asalnya. Kerelaan hati juga pengabdian kepsek dan guru itu yang coba saya tulis.

Kondisi sekolah juga belum bagus. Meski sudah masuk sekolah dan digunakan KBM, di SMAN 9 Solo itu tidak punya perabot sendiri, hampir semua aset sebetulnya milik SDN Mojo. SMA yang berdiri di Semanggi, Pasar Kliwon, Solo itu memang baru berjalan sekitar enam bulan. 

Gedung dan sarana prasarana pun sebagian masih harus berbagi dengan SDN Mojo. Memang pada mulanya sekolah yang berdiri di atas tanah berukuran sekitar 7.000 meter persegi itu terlebih dahulu ditempati SDN Mojo Solo. 

Hingga akhirnya, atas dasar kebutuhan sistem zonasi, Pemerintah Kota Solo menghibahkan tanah ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk dipakai SMA baru. Tidak butuh waktu lama, proses administrasi, perizinan, sampai amdal selesai dalam waktu singkat.

Saya melihat dari cara bicara Pak Harmani merasa memang tidak mudah memulai sekolah baru, terlebih keberadaan SMA baru di Kecamatan Pasar Kliwon itu terbilang sangat prematur sehingga belum memiliki fasilitas, anggaran, dan tenaga yang memadai.

Sebagian besar guru dari SMAN 5 Solo, lalu sisanya ada dari SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4, SMA MTA, dan SMA Al-Muayyad. Ini rata-rata guru sebetulnya tambah jam mengajar.

Normalnya guru dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam seminggu mengajar 24 jam. Namun lantaran memenuhi tugas mengajar di SMA baru tersebut, rata-rata para guru bisa mengajar sampai 30 sampai 36 jam.

Pak Harmani yang juga masih merangkap sebagai Kepala SMAN 5 Solo tiu memandang kendala tersebut sebagai tantangan. Dia tidak nampak mengeluh meski menceritakan kesulitan yang dihadapi selama satu semester ini. Tekatnya sejak awal sudah bulat. Bersama para guru yang terlibat mengajar, dia berkomitmen untuk mengabdi di SMAN 9 Solo, tidak semata cari uang.

Sempat ketika saya ngobrol dengan Pak Harmani, suaranya tersendat dan hampir mengeluarkan air mata ketika menceritakan dedikasi para guru di SMAN 9 Solo.

Pak Harmani mungkin mudah terharu dengan dedikasi para guru yang rela mengeluarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Contoh kecil ketika pelaksanaan kali pertama PPDB, sejumlah guru rela iuran untuk membeli makan ringan dan minuman untuk orang tua yang mendaftar atau tamu.

“Internet atau modem itu iuran, mosok PPDB online [internet kurang memadai]. Guru-guru itu sampai iuran. Itu perjuangannya memulai SMAN 9. Jadi besok bapak ibu guru kalau sudah pensiun yang akan diingat tiga puluh tahun ya di SMAN 9,” kata Pak Harmani

Dalam waktu dekat fokusnya adalah mengajarkan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana sekolah. Sejak awal dia juga sudah mengajukan proposal ke banyak instansi swasta dan pemerintah agar mendapat bantuan berupa kursi, komputer, sampai perabot untuk kebutuhan kantor.

Dia mengatakan memang anggaran dari Pemprov Jateng dan dana BOS belum bisa cair hingga akhir tahun ini. Dia berharap tahun depan sudah bisa mengelola dana untuk kebutuhan kegiatan siswa, pemenuhan sarana prasarana, sampai kebutuhan penting lain.

Meski banyak hambatan dan tantangan, Haramani mengatakan semua guru yang membantu mengajar di SMAN 9 Solo merasa memiliki kebanggaan. Para guru tidak banyak mengeluh meski mengajar lebih banyak.


Bangunan baru yang masih dalam proses penyelesaian, dok. pribadi, Des 2023

Salah satunya adalah Guru PPKN, Kustijowarno. Dia rela mengajar di SMAN 5 Solo dan SMAN 9 Solo didasarkan atas dasar pengabdian sebagai seorang guru. Pria asal Nusukan, Solo itu merasa senang meski harus mengorbankan waktu dan tenaga lebih.

“Karena kita sebagai ASN tugas apa yang diberikan kita harus laksanakan. Termasuk saya bersama teman-teman itu sudah 30 jam [dalam satu pekan] mengajar di sana [SMAN 5 Solo] kemudian ditambah di sini [SMAN 9 Solo] itu enam jam” kata dia.

Pria yang sudah dua puluh tahun lebih mengajar itu bercerita kepada saya, memang para guru banyak yang mengeluarkan dana pribadi untuk kegiatan sekolah.

“Intinya memang kita ikhlas, yang kita inginkan itu hanya semata-mata balasan berupa amal kebaikan yang mungkin kita dapatkan atau anak kita,” kata dia. Sebetulnya harapannya sederhana, pengabdian yang kepala sekolah dan para guru lakukan bisa berbuah manis, yakni SMAN 9 tidak kalah berprestasi dengan sekolah lain di Kota Solo.


***

Ketika perbincangan dengan Pak Harmani di lobi SMAN 1 Solo itu, saya diberitahu kalau setelah tulisan feature saya tayang di Koran Solopos dan Solopos.com, setelah itu ternyata banyak bantuan yang masuk. Saya tidak tanya detail apa saja bantuannya, karena Pak Harmani sepertinya buru-buru. Perbincangan kami pun sangat singkat.

Saya senang mendapat respon itu dari Pak Harmani, saya merasa tulisan saya berdampak meski sengat kecil, skalanya pun kecil. Semoga tidak terkesan melebihkan, saya menulis ini pun karena rasa syukur saya.

Halaman luar SMAN 9 Solo, dok 2023

Sudah beberapa kali tulisan atau hasil reportase saya direspon beragam, ada yang dikritik karena memang kurang bagus, nah ini sering. Lalu ada juga yang memberikan feedback positif,  biasanya ini dari narasumber. Ada juga sampai yang direspon dalan bentuk esai. 

Tapi saya rasa apresiasi tertinggi adalah ucapan terimakasih dari Pak Harmani tadi. Bukan berarti saya ingin sekali diapresiasi, tapi rasanya lega sekali ternyata hasil kerjaan saya punya sedikit arti bagi orang lain. 

Saya jadi teringat kenapa saya mulai belajar nulis dan ingin terus menulis karena alasan ini, ingin, meski sedikit, punya dampak. Itu rasanya sudah cukup. Semoga dampak itu terus berlanjut di tulisan-tulisan yang lain.

Sebagaian materi tulisan sudah tayang di Solopos.com dan Koran Solopos

Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain